Relasi Soekarno dan NU

Kusno atau Soekarno adalah seorang negarawan sejati yang memperjuangkan rakyat bangsa dan negara dalam mengahadapi kolonialisme dan imperialisme (penjajah) yang terjadi cukup lama di negara Indonesia. Proklamator yang Lahir di Blitar 6 juni 1901 ini, Jiwa Nasionalismenya sudah terlihat sejak masa kanak-kanak. Saat beliau masih kecil ayahnya menamainya Kusno. Anak dari Raden Soekemi ini belajar dari kakeknya tentang dunia pewayangan yang suatu saat nanti akan mempengaruhi pola pikir pemikirannya. Beliau selalu mengidentifikasi dirinya sebagai Bima, kesatria kedua Pandawa. Ayahnya ingin beliau menjadi seorang kesatria yang mengabdi pada tanah air sehingga mengubah namanya dari Kusno menjadi Soekarno. Soekarno berasal dari Karna; seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabharata. Karna adalah pejuang bagi negaranya dan seorang patriot yang saleh.
Pemimpin Besar Revolusi Bangsa Indonesia ini dalam perjuangannya pernah mengatakan bahwa “Salah satu ciri orang yang betul-betul Revolusioner ialah satunya kata dengan perbuatan dan satunya mulut dengan tindakan. Sekali kita berani bertindak Revolusioner tetaplah kita harus selalu bertindak Revolusioner dan jangan pernah ragu-ragu di tengah jalan.” Selain dipandang sebagai Revolusioner sejati, Ir. Soekarno adalah Presiden pertama Indonesia. Beliau berjuang bersama sahabat-sahabatnya dalam menghadapi imperialisme barat dan demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Seorang pemimpin yang sejati yang pernah menyatakan dan mengingatkan rakyat Indonesia bahwa “ Ingatlah…. Ingatlah…. Ingat pesanku lagi: Jika engkau mencari pemimpin, carilah yang dibenci, ditakuti atau dicacimaki bangsa asing, karena itu pemimpin yang benar. Pemimpin tersebut akan membelamu diatas kepentingan asing itu. Dan janganlah kamu memilih pemimpin yang dipuji-puji asing, karena ia akan memperdayaimu”. Dalam sejarah politik kebangsaan, Soekarno sering kali diidentifikasi sebagai representasi golongan nasionalis, ada yang menyebutnya sebagai representasi politik islam, ada juga yang melihatnya sebagai marxis sejati. Sebagian kalangan menempatkan Soekarno sebagai pemikir yang mengikuti jalan/paham pemikirannya sendiri (Filsuf). Mereka menyebutnya Nasakom (Nasionalis, Agamis dan Komunis) maupun Marhaenisme sebagai pemikiran yang khas Soekarno.
Selain sebagai seorang Nasionalis, Ir Soekarno adalah seorang muslim sejati. Dalam peta pemikirannya Soekarno sangat cerdas dalam mengkaji Islam. Beliau mulai mendalami dan merenungkan islam ketika diasingkan oleh Belanda di penjara sukamiskin Bandung, Flores hingga Bengkulu. Dalam pembelajarannya tentang Islam Soekarno tertarik dengan aliran Mu’tazilah karena persepsinya bahwa agama Islam adalah agama rasional. Ia juga mengenal filsuf-filsuf Islam pada abad Pertengahan seperti Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Bung Karno menerbitkan sebuah risalah tentang pemikiran Islamnya yaitu “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”. Dalam risalahnya tersebut, Beliau lebih banyak menunjukkan semangat pemikiran Jamaluddin Al-Afghani yang menurutnya adalah pertama-pertama membangun rasa perlawanan di hati sanubari rakyat muslim terhadap bahaya imperialisme barat. Tidak berlebihan kalau kita menganggap bahwa Soekarno selain sebagai seorang Nasionalisme beliau juga seorang Islamisme, karena pemikirannya tentang Islam sangat luar biasa.
kemerdekaan terjadi bukan hanya karena segelintir orang saja tetapi juga karena semua orang dan kelompok-kelompok tertentu. Diantara kelompok-kelompok tersebut terdapat sebuah Ormas Islam yang sampai saat ini masih aktif dalam memperjuangkan nilai-nilai Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dan selalu mendukung pemerintah dalam memajukan tanah air karena mereka mempunyai semangat Hubbul Wathon minal Iman atau artinya cinta tanah air adalah sebagian dari pada iman. Mereka adalah Nahdlatul Ulama (NU).
Nahdlatul Ulama (NU) adalah sebuah ormas Islam yang didirikan secara resmi pada tanggal 31 januari 1926 yang diprakarsai oleh para Kiai Pesantren Tradisional terutama di Jawa Timur. Diantara Kiai-kiai tersebut yaitu KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah dan KH. Bisri Syansuri. Berdirinya NU berawal dari khawatirnya para Kiai terhadap perkembangan politik dan Agama, baik yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri khususnya Arab Saudi. Dalam negeri banyak muncul pembaru Islam yang dikhawatirkan menyisihkan tradisi-tradisi NU yang sudah mendarah daging dalam jiwa Rakyat Indonesia. Mereka menilai tradisi-tradisi NU sebagai penyebab kemunduran Islam dan menyebut sebagai Takhayul, Bid’ah dan Khurafat. Di Luar Negeri khususnya di Arab Saudi muncullah sebuah paham baru yaitu Wahabi, sejak berkuasanya Dinasti Saud yang mengusik eksistensi paham Ahlussunnah Wal Jamaah yang dianut NU. Semangat inilah yang melatarbelakangi berdirinya NU.
Lantas hubungan apa yang terjalin antara salah satu Ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) yang lebih identik memperjuangkan nilai-nilai dan tradisi-tradisi Agama Islam dengan Ir. Soekarno yang berjuang demi kepentingan bangsa?
NU didirikan jauh sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Dalam pergerakannya NU sudah memiliki jam terbang yang tinggi dalam bidang keagamaan dan politik di Indonesia. Namun Bung Karno muda belum mengenal NU. Ketika menjadi aktivis pergerakan, Bung Karno cenderung meremehkan orang islam yang dianggap kolot. Apalagi beliau terpengaruh oleh pemikiran Filsuf-filsuf Islam. Dalam kenyataannya Soekarno lebih simpati pada Islam Modernis yang cenderung tidak memberi pada praktik adat istiadat dan tradisi yang dinilai bertentangan dengan Islam dan itu jelas berkebalikan dengan NU yang Tradisionalis.
Tahun 1916 atau Pada saat umur 15 tahun, Bung Karno dipondokkan di sang ayah dikediaman H.O.S Cokroaminoto, politisi Syarikat Islam (SI). Dikediaman itu Soekarno muda bertemu para tokoh Nasional dari berbagai aliran pemikiran. Ditempat ini pula Soekarno bertemu KH Wahab Hasbullah, Kiai muda progresif yang menjadi motor utama NU. Dari sinilah awal interaksi dua orang calon pemimpin besar. Tahun 1930 Soekarno menulis gagasannya yaitu “Mencapai Indonesia Merdeka” dan mengilhami komunitas Pesantren NU, saat itulah Soekarno dikenal dan diterima baik lingkungan Pesantren NU.
Setelah dikenal NU, Soekarno dianggap bukan hanya seorang pemikir dan pejuang, tapi juga sebagai pemimpin masa depan apabila Indonesia merdeka. Dalam Muktamar NU XV tahun 1940 di surabaya. Dalam permusyawatannya meyakini bahwa Indonesia sebentar lagi akan merdeka, dari 11 Kiai yang terlibat 10 orang diantaranya memilih Bung Karno sebagai calon Presiden dan satu orang memilih Moh. Hatta. Saat menjelang kemerdekaan Bung Karno makin dekat dan romantis dengan NU. Bung Karno menganggap Pesantren NU punya simpati besar bagi kemerdekaan Indonesia dan melihat NU adalah kelompok yang Nasionalis dan kerakyatan berdasarkan ajaran Islam. Dan ini sangat cocok dengan ideologi Bung Karno yang nasionalis dan Marhaenis. Tidak diragukan lagi bahwa NU adalah partner dari Bung Karno dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Disaat perumusan Ideologi Pancasila, NU adalah ormas Islam pertama yang mendukung ideologi tersebut, disaat ormas Islam lain tidak mensetujui Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan menginginkan Indonesia sebagai negara yang dasarnya adalah hukum Islam serta menginginkan Indonesia menjadi negara Islam. NU mensetujui ideologi Pancasila sebagai dasar negara, bukan agama. Banyak yang telah dikorbankan NU bersama Founding Father (pendiri bangsa) yang lainnya dalam memperjuangkan Bangsa Indonesia, salah satu diantaranya adalah dengan kekuatan fisik yang dilakukan NU. Banyak dari santri-santri NU yang merelakan dirinya ikut berperang demi membela tanah air tercinta.  Dalam Muktamar NU di Sala 29 Desember 1962, dalam pidatonya Bung Karno mengemukan bahwa “Saya Cinta Sekali pada NU”.