Hukum yang dipermainkan


Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristoteles menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."
Hingga saat ini, belum ada kesepahaman dari para ahli mengenai pengertian hukum. Telah banyak para ahli dan sarjana hukum yang mencoba untuk memberikan pengertian atau definisi hukum, namun belum ada satupun ahli atau sarjana hukum yang mampu memberikan pengertian hukum yang dapat diterima oleh semua pihak. Ketiadaan definisi hukum yang dapat diterima oleh seluruh pakar dan ahli hukum pada gilirannya memutasi adanya permasalahan mengenai ketidaksepahaman dalam definisi hukum menjadi mungkinkah hukum didefinisikan atau mungkinkah kita membuat definisi hukum? Lalu berkembang lagi menjadi perlukah kita mendefinisikan hukum?.
Hukum adalah sebuah alat kebijakan yang diambil untuk menengakkan kebenaran dan keadilan demi terciptanya perdamaian dan kemaslahatan bersama. Di dalam sebuah negara pasti ada hukum yang mengatur tata kenegaraan. Seperti di Indonesia, memiliki hukum yang landasannya UUD 1945 dan UU yang di tetapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam pelaksanaannya hukum di Indonesia dirasa masih jauh dari harapan masyarakat yang ada. Banyaknya penyelewengan hukum dan eksekusi terhadap para tersangka kasus-kasus besar seperti korupsi, pungli, gratifikasi dsb yang membuat rakyat semakin ragu terhadap para penegak hukum yang ada ataupun hakim yang memimpin sidang serta para saksi. Hal ini dipandang sebagai politisasi hukum negara. Para elite politik dengan mudahnya mempermainkan hukum yang harusnya digunakan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan tetapi digunakan untuk kepentingan politik semata.
KPK vs POLRI
Kasus yang tak lama kita dengar saat ini yakni KPK vs POLRI edisi ke 3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: Kepastian Hukum, Keterbukaan, Akuntabilitas, Kepentingan Umum, dan Proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada Publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.
KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat Kolektif Kolegial. Pada periode 2011-2015, KPK dipimpin oleh Ketua KPK Abraham Samad, bersama 4 orang wakil Ketuanya, yakni Zulkarnaen, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, dan Adnan Pandu Praja. Komisi  Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan sebuah lembaga Penegak hukum para tikus kantor siapapun dan dimanapun mereka berada.
Polisi Republik Indonesia (POLRI) adalah sebuah lembaga penegak hukum yang segmentasi bukan hanya pada tikus kantor tapi lebih kepada semua tindak pidana kejahatan yang ada Undang – undang no 2 tahun 2002 pada pasal 13 menyebutkan bahwa Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Pembahasan rumusan Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal 13 mendapat perhatian yang serius dari Panitia Khusus DPR RI, sehingga setelah hasil pembahasan disetujui Pleno Panitia Khusus, masih terdapat usulan agar diadakan perubahan urutan tugas pokok tersebut.
Kurang lebih 1 bulan yang lalu, Lembaga POLRI akan mendapatkan seorang Leader baru yang diusung sebuah Partai Politik, Beliau bernama Komjenpol Budi Gunawan. Sebelum beliau akan diangkat menjadi seorang pimpinan di lembaga penegak hukum tersebut, beliau ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena kasus rekening gendut. Budi Gunawan memiliki transaksi tidak wajar saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan dan Karir di Kepolisian RI. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, penyelidikan mengenai kasus yang menjerat calon kepala Polri tersebut telah dilakukan sejak Juli 2014. Budi Gunawan dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Beberapa hari kemudian beberapa polisi mengikuti salah satu wakil ketua KPK Bambang Widjojanto dengan paksa dan tanpa pemberitahuan tertentu setelah beliau mengantar anaknya ke sekolah dengan dugaan bahwa beliau terkena kasus gratifikasi.
Dimanakah Presidenku?   
Kasus pun berlanjut, dengan saling menangkap pimpinan antar lembaga penegak hukum banyak yang bertanya-tanya dan berpandangan bahwa kasus penangkapan wakil ketua KPK Bambang Widjijanto adalah sebuah balas dendam POLRI terhadap KPK yang menangkap Calon Leader POLRI di periode selanjutnya. Banyak yang turun kejalan, masyarakat, buruh, mahasiswa, jurnalis menyuarakan Save KPK. Karena kebanyakan Masyarakat lebih mempercayai kinerja KPK dari pada lembaga penegak hukum yang lain. Presiden sebagai Pimpinan Tertinggi negara diminta untuk menyelesaikan masalah ini. Sudah 1 bulan lebih kasus ini berlangsung. Tetapi belum ada jawaban dari Presiden terkait masalah ini.
Banyak yang berpandangan bahwa Presiden terjepit dalam menentukan keputusan, kita mengetahui bahwa Presiden Jokowi merupakan Kader dari salah satu Partai Penguasa yang mengusung nama Komjenpol Budi Gunawan. Tetapi disisi lain masyarakat meminta Presiden untuk tidak melantik Komjenpol Budi Gunawan karena masih dalam proses kasus Gratifikasi.
Senin 16 Februari 2015, sidang Pra Peradilan Komjenpol Budi Gunawan. Dalam sidang tersebut, Hakim Sarpin Rizaldi selaku Hakim yang memimpin sidang menetapkan bahwa Komjenpol Budi Gunawan sebagai status tersangka oleh KPK tidak sah. Sebab, menurut pertimbangan Hakim Sarpin Rizaldi KPK tidak mempunyai wewenang menyelidik, menyidik dan menuntut tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Budi Gunawan. Sebab, Budi Gunawan pada saat menjabat sebagai karobinkar bukan termasuk dalam penyelenggara negara ataupun penegak hukum. Karobinkar bersifat struktural dibawah Kapolri yang bekerja dalam deputi SDM. Selain itu, saat menjadi Karobinkar Mabes Piolri, Budi Gunawan masih menjabat sebagai pejabat eselon dua.beliau juga menyatakan sprindik 03/01/01/2015 tertanggal 12 Januari 2015 tidak sah. Sebab, KPK tidak mempunyai wewenang sesuai putusan hakim. Ketiga, penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Selain itu beliau juga menolak dua gugatan yang dilayangkan oleh kuasa hukum BG tentang penyerahan hasil analisis keuangan dan bukti transaksi keuangan Budi Gunawan. Sebab, menurut Hakim pihak pemohon tidak bisa membuktikan bahwa hasil analisis keuangan tersebut ada di tangan KPK. Hakim Sarpin juga menolak gugatan uang ganti rugi atas tindakan penyelidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan KPK sebesar satu juta rupiah. Pertimbangan hakim Sarpin menolak hal itu disebabkan, pemohon tidak bisa membuktikan dimata peradilan bahwa pemohon rugi sebanyak satu juta atas penetapan tersangka.
Pandangan pun bermacam-macam, ada yang berpandangan bahwa hakim yang memimpin mendapat sebuah intervensi dari para elite politik agar memenagkan pihak tergugat. banyak yang menyayangkan hal ini. secara tidak langsung hukum di negara ini sudah benar-benar dipermainkan oleh para elite politik. rekam jejak dari hakim pun juga banyak dipertanyakan karena beliau banyak menetapkan keputusan-keputusan yang kontroversial. Presiden pun dirasa di intervensi terus menerus agar secepatnya melantik Komjenpol Budi Gunawan. entah sampai kapan drama ini akan berakhir.